Rabu, 01 Desember 2010

serambi budaya jawa

Bulan Suro di Joyoboyo
Dimulai pada sore hari di malam satu suro para pedagang kaki lima mulai menggelar dagangannya dijalan yang menuju petilasan yang panjangnya kira-kira 2 km, petilasan Shree Mapanji Joyoboyo yang merupakan Raja Kadiri pada abad ke10 berada sekitar 12 km kearah timur dari kota Kediri Jawa Timur.
Malam harinya banyak orang berziarah dan melekan sampai pagi , sekitar 30 ribuan orang sangat padat seperti perayaan muludan di Kasepuhan Cirebon. Keramaian ini ditutup dengan arak pusaka dari petilasan Joyo boyo ke Pemandian Sendang Kamandanu yang berjarak 1 Km dari petilasan yang dilakukan pada siang hari jam 10-12 . juga ditampilkan karawitan dari Kediri dan Yogyakarta.
Pusaka yang dibawa berupa symbol yaitu keris, yang dibawa seorang gadis cantik berpakaian pengantin jawa dan dikawal oleh para sesepuh, emban-embanan dan puluhan pria tampan berpakaian adat jawa dan dikawal lagi puluhan pemuda berkaos hitam yang bertuliskan “paguyuban roso sejati”.
Dihari-hari berikutnya dibulan suro petilasan ini sangat ramai mencapai ratusan orang yang bertirakat, melekan , bahkan tidak tidur beberapa hari , bertafakur baik dengan sendirian maupun bersama seluruh keluarganya dari warga kediri sendiri, dari Bali, dari Yogyakarta, dari Jakarta dll. Selain bulan suro petilasan ini masih banyak dikunjungi puluhan peziarah dari kediri atau dari luar daerah setiap harinya.

Sunan Kali Jaga dalam budaya dan Islam
Salah satu kreatifitas Sunan Kalijaga dalam syiar Islam adalah dedngan menciptakan tembang-tembang. Salah satu tembang yang sangat terkenal hingga sekarang adalah Ilir-ilir. Tafsir tentang ilir-ilir lebih dari satu, tergantung sudut pandang masing-masing. Ilir-ilir terdiri dari dua bagian, yang pertama bagian penyadaran, sedangkan yang kedua adalah bagian peringatan.
Bagian pertama berbunyi :
Ilir-ilir
Tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo
Tak senggoh penganten anyar
Istana Mangkunegaran
 Puro Mangkunegaran dibangun pada tahun 1757, dua tahun setelah dilaksanakan Perundingan Giyanti yang isinya membagi pemerintahan Jawa menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Kerajaan Surakarta terpisah setelah Raden Mas Said memberontak dan atas dukungan sunan mendirikan kerajaan sendiri. Raden Mas Said memakai gelar Mangkoenagoro I dan membangun wilayah kekuasaannya di sebelah barat tepian sungai pepe di pusat kota yang sekarang bernama Solo.
Puro Mangkunegaran yang sebetulnya awalnya lebih tepat disebut tempat kediaman pangeran daripada istana, dibangun mengikuti model kraton tapi bentuknya lebih kecil. Bangunan ini memiliki ciri arsitekturyang sama dengan kraton, yaitu pada pamedan, pendopo, pringgitan, dalem, dan kaputran, yang seluruhnya dikelilingi oleh tembok yang kokoh.

PUSAKA
Pusaka menurut konsep Karaton Surakarta berbeda dengan konsep di luar Karaton. Menurut Karaton Pusaka berarti peninggalan para leluhur Ratu Jawi Karaton Surakarta yang diturunkan dari Ratu ke Ratu  yang memerintah Karaton atau Ingkang Jumeneng Nata. Sedangkan pusaka menurut konsep di luar karaton pusaka diartikan sebagai senjata. Konsep pusaka tersebut termasuk wangkingan (keris), tombak, pedang, wayang, tarian, kereta dan sebagainya. Pusaka yang dianggap peninggalan tersebut memiliki makna historis, memiliki makna magis, sehingga memiliki pengaruh atau prabawa. Pusaka yang memiliki prabawa tinggi dianggap sebagai pepundhen untuk dihormati. 


EMPU KERIS

 Dua arti dalam istilah empu, pertama dapat berarti sebutan kehormatan misalnya Empu Sedah atau Empu Panuluh. Arti yang kedua adalah ‘Ahli’ dalam pembuatan ‘Keris’.
 Dalam kesempatan ini, Empu yang kami bicarakan adalah seseorang yang ahli dalam pembuatan keris. Dengan tercatatatnya berbagai nama ‘keris’ pastilah ada yang membuat.
 Pertama-tama yang harus kita ketahui adalah tahapan zaman terlahirnya ‘keris’ itu, kemudian meneliti bahan keris, dan ciri khas sistem pembuatan keris. Ilmu untuk kepentingan itu dinamakan ‘Tangguh’.
 Dengan ilmu tangguh itu, kita dapat mengenali nama-nama para Empu dan hasil karyanya yang berupa bilahan-bilahan keris, pedang, tombak, dan lain-lainnya.
 Adapun pembagian tahapan-tahapan zaman itu adalah sebagai berikut:
1. Kuno
(Budho) tahun 125 M – 1125 M
meliputi kerajaan-kerajaan: Purwacarita, Medang Siwanda, medang Kamulan, Tulisan, Gilingwesi, Mamenang, Penggiling Wiraradya, Kahuripan dan Kediri.
 2. Madyo Kuno
(Kuno Pertengahan) tahun 1126 M – 1250 M.
Meliputi kerajaan-kerajaan : Jenggala, Kediri, Pajajaran dan Cirebon.

3. Sepuh Tengah
(Tua Pertengahan) tahun 1251 M – 1459 M
Meliputi Kerajaan-kerajaan : Jenggala, Kediri, Tuban, Madura, Majapahit dan Blambangan.

4. Tengahan
(Pertengahan) tahun 1460 M – 1613 M
Meliputi Kerajaan-kerajaan : Demak, Pajang, Madiun, dan Mataram

5. Nom
(Muda) tahun 1614 M. Sampai sekarang
Meliputi Kerajaan-kerajaan : Kartasura dan Surakarta.
 Telah kami ketengahkan tahapan-tahapan zaman Kerajaan yang mempunyai hubungan langsung dengan tahapan zaman Perkerisan, dengan demikian pada setiap zaman kerajaan itu terdapat beberapa orang Eyang yang bertugas untuk menciptakan keris.
 Keris-keris ciptaan Empu itu setiap zaman mempunyai ciri-ciri khas tersendiri. Sehingga para Pendata benda pusaka itu tidak kebingungan.
 Ciri khas terletak pada segi garap dan kwalitas besinya. Kwalitas besi merupakan ciri khas yang paling menonjol, sesuai dengan tingkat sistem pengolahan besi pada zaman itu, juga penggunaan bahan ‘Pamor’ yang mempunyai tahapan-tahapan pula. Bahan pamor yang mula-mula dipergunakan batu ‘meteor atau batu bintang’ yang dihancurkan dengan menumbuknya hingga seperti tepung kemudian kita mengenali titanium semacam besi warnanya keputihan seperti perak, besi titanium dipergunakan pula sebagai bahan pamor.
 Titanium mempunyai sifat keras dan tidak dapat berkarat, sehingga baik sekali untuk bahan pamor. Sesuai dengan asalnya di Prambanan maka pamor tersebut dinamakan pamor Prambanan.
 Keris dengan pamor Prambanan dapat dipastikan bahwa keris tersebut termasuk bertangguh Nom. Karena diketemukannya bahan pamor Prambanan itu pada jaman Kerajaan Mataram Kartasura (1680-1744). Bila kita telah mengetahui tangguhnya suatu keris maka kita lanjutkan dengan menelusuri Empu-Empu penciptanya.
 I.   Zaman Tangguh Budho (Kuno) :
1.   Zaman Kerajaan Purwacarita, Empunya adalah: Mpu Hyang Ramadi, Mpu Iskadi, Mpu Sugati, Mpu Mayang, dan Mpu Sarpadewa.
2.   Zaman Kerajaan Tulis, Empunya adalah: Mpu Sukmahadi.
3.   Zaman Kerajaan Medang Kamulan, Empunya adalah: Mpu Bramakedali.
4.   Zaman Kerajaan Giling Wesi, Empunya adalah: MpuSaptagati dan Mpu Janggita.
5.   Zaman Kerajaan Wirotho, Empunya adalah Mpu Dewayasa I.
6.   Zaman Kerajaan Mamenang, Empunya adalah: Mpu Ramayadi.
7.   Zaman Kerajaan Pengging Wiraradya, Empunya adalah Mpu Gandawisesa, Mpu wareng dan Mpu Gandawijaya.
8.    Zaman Kerajaan Jenggala, Empunya adalah: Mpu Widusarpa dan Mpu Windudibya.
 II.   Tangguh Madya Kuno (Kuno Pertengahan)
1.   Zaman Kerajaan Pajajaran Makukuhan, Empunya adalah: Mpu Srikanekaputra, Mpu Welang, Mpu Cindeamoh, Mpu Handayasangkala, Mpu Dewayani, Mpu Anjani, Mpu Marcu kunda, Mpu Gobang, Mpu Kuwung, Mpu Bayuaji, Mpu Damar jati, Mpuni Sumbro, dan Mpu Anjani.
 III.  Tangguh Sepuh Tengahan (Tua Pertengahan)
1.      Zaman Kerajaan Jenggala, Empunya adalah Mpu Sutapasana.
2.      Zaman Kerajaan Kediri, Empunya adalah :
3.      Zaman Kerajaan Majapahit, Empunya adalah:
4.      Zaman Tuban/Kerajaan Majapahit, Empunya adalah: Mpu Kuwung, Mpu Salahito, Mpu Patuguluh, Mpu Demangan, Mpu Dewarasajati, dan Mpu Bekeljati.
5.      Zaman Madura/Kerajaan Majapahit, Empunya adalah: Mpu Sriloka, Mpu Kaloka, Mpu Kisa, Mpu Akasa, Mpu Lunglungan dan Mpu Kebolungan.
6.      Zaman Blambangan/Kerajaan Majapahit, Empunya adalah: Mpu Bromokendali, Mpu Luwuk, Mpu Kekep, dam Mpu Pitrang.
 IV.    Tangguh Tengahan (Pertengahan)
1.  Zaman Kerajaan Demak, Empunya adalah: Mpu Joko Supo.
2.  Zaman Kerajaan Pajang, Empunya adalah Mpu Omyang, Mpu Loo Bang, Mpu Loo Ning, Mpu Cantoka, dan Japan.
3.  Zaman Kerajaan Mataram, Empunya adalah: Mpu Tundung, Mpu Setrobanyu, Mpu Loo Ning, Mpu Tunggulmaya, Mpu Teposono, Mpu Kithing, Mpu Warih Anom dan Mpu Madrim.
 V. Tangguh Nom (Muda)
1.   Zaman Kerajaan Kartasura, Empunya adalah: Mpu Luyung I, Mpu Kasub, Mpu Luyung II, Mpu Hastronoyo, Mpu Sendang Warih, Mpu Truwongso, Mpu Luluguno, Mpu Brojoguno I, dan Mpu Brojoguno II.
2.    Zaman Kerajaan/Kasunanan Surakarta, Empunya : Mpu Brojosentiko, Mpu Mangunmalelo, Mpu R.Ng. Karyosukadgo, Mpu Brojokaryo, Mpu Brojoguno III, Mpu Tirtodongso, Mpu Sutowongso, Mpu Japan I, Mpu Japan II, Mpu Singosijoyo, Mpu Jopomontro, Mpu Joyosukadgo, Mpu Montrowijoyo, Mpu Karyosukadgo I, Mpu Wirosukadgo, Mpu Karyosukadgo II, dan Mpu Karyosukadgo III.
 Demikian sekilas uraian tentang Mpu-Mpu dan zaman ke zaman. Keberadaannya sudah tentu menyemarakkan dunia perkerisan selalu sarat dengan karya-karya baru yang terus berkembang dari zaman ke zaman.
 Dari keris-keris lurus hingga keris-keris yang ber luk. Ditambah dengan beraneka macam ragam hias pada bilahannya. Semua menuju ke arah maju, tetapi tidak meninggalkan pakem (standar(.
 Ragam hias itu berupa kepala hewan yang diletakkan pada gadik misalnya kepala naga, anjing, singabarong, garuda, bahkan puthut. Dengan ditambahkannya bentuk-bentuk itu, sekaligus nama keris itupun berubah, naga siluman, naga kembar, naga sosro, naga temanten, manglar monga, naga tampar, singa barong, nogo kikik, puthut dan lain-lainnya.
 Bahkan zaman Kasultanan Mataram sejak masa Pemerintahan Sultan Panembahan Senopati, dunia Perkerisan tampak makmur lagi, lesan mewah tampak pada bilahan keris yang diserasah emas.
 Sultan yang arif dan bijaksana itu membagi-bagikan keris sebagai tanda jasa kepada mereka yang berjasa kepada pribadi Sultan maupun kepada Negara dan Bangsa. Tentu saja ragam hiasannya satu dengan lain berbeda walaupun demikian tidak meninggalkan motif aslinya.
 Hiasan yan gterasah emas itu terletak pada gonjo atau wadhidhang dengan bentuk bunga anggrek atau lung-lungan dari emas. Atau sebantang lidi yang ditempelkan pada gonjo atau dibawah gonjo terdapat Gajah dan Singa terbuat dari emas juga. Tentu saja penciptanya adalah para pakar perkerisan ialah Empu
           
 Pucang budaya pemalang?
Panjat pinang berasal dari zaman penjajahan Belanda dulu. lomba panjat pinang diadakan oleh orang Belanda jika sedang mengadakan acara besar seperti hajatan, pernikahan, dan lain-lain.yang mengikuti lomba ini adalah orang-orang pribumi. Hadiah yang diperebutkan biasanya bahan makanan seperti keju, gula, serta pakaian seperti kemeja, maklum karena dikalangan pribumi barang-barang seperti ini termasuk mewah. sementara orang pribumi bersusah payah untuk memperebutkan hadiah, para orang-orang Belanda menonton sambil tertawa. tata cara permainan ini belum berubah sejak dulu.



Kuntulan ialah jenis kesenian Islami sing asli sekang Kabupaten Pemalang.
Kesenian kiye isine ialah gerakan-gerakan sing demonstratif sing dasare ialah sekang gerakan jurus-jurus silat/Pencak Silat ning gerakane dimodifikasi ben dadi apik, artistik terus akrobatik, dadi bisa nggo pertunjukan hiburan, apamaning diiringi swara-swara perangkat musik, umume Rebana karo Bedug juga diiringi bacaan salawat Nabi Muhammad SAW.
Kesenian kuntulan biasane kanggo penyambutan tamu-tamu resmi, ditanggap kanggo hiburan upacara perkawinan, khitanan utawa hajatan liyane, juga nang acara-acara peringatan Kemerdekaan RI karo peringatan dina-dina penting liyane.

Sintren salah sijine kebudayan Jawa, kalebu Seni Tari. Penarine di sebut Sintren (biasane penarine dhewekan) ngibinge diiringi nganggo gamelan apa anane. Jaman Gemiyen Sintren esih sopan, ora nana sing nyawer/ngibing karo sintrene. Si Sintren njaluk bayarane (sawere) maring penonton angger wis arep bubar tanggapane, si Sintren keliling maring penonton karo nggawa baskom - nek wong Karang pucung nyebute thole-thole.
Angger tau udud ting-we (nginting dhewe) Gambar Sintren nggo merk kertas papir (kertas sing nggo nglinthing mbako, klembak lan menyan). [[Category:Kesenian Banyumasan wedi karo bapae en emae gole ngone eta sintren sing arep digolei karo wong tuo kalayan

Ebeg iku salah siji bentuk tari tradisional khas Banyumasan sing nganggo perangkat tari utama ebeg utawa Jaran Kepang. Kesenian kiye nggambaraken kegagahan prajurit berkuda lan pada wektu jaman penjajahan iku kanggone nggo melu memperjuangna bangsa Indonesia lengkap karo atraksi-atraksine. Pertunjukan ebeg umum dibarengi atraksi Barongan karo Penthul Cepet. Pertunjukan ebeg biasane ana musik pengiringe ialah tabuhan Gamelan sing biasa diarani Gamelan Bendhe. Kesenian kiye mirip karo Jathilan, Jaran Kepang utawa Kuda Lumping sing populer nang wilayah liyane.
Sing ngibing ebeg biasane pada kesurupan utawa kelebon indang, nek wis kesurupan tingkahe pada aneh-aneh, ana sing mangan beling, mangan geni, ana sing polahe dadi kaya kewan nuruti indang apa sing nempeli, nek indang kewan ya dadi watek kewan. Wong sing kejantur iku kaya ora waras utawa ora sadar apa sing pas lagi main ebeg.


.

0 komentar:

iklan